Senin, 12 Maret 2018

Ushul Fiqh : Sunah Sebagai Sumber Hukum Islam


PEMBAHASAN
A.      Pengertian Sunah[1]
Wahbah Zuhaili dalam kitabnya ushul fiqh al-Islami memilih kata sunah untuk sumber hukum yang kedua setelah al-Qur'an ini. Mengapa bukan istilah khabar atau atsar? Karena kata sunah lebih tepat disbanding dengan kata khabar dan atsar. Kata khabar itu pengertiannya sama dengan hadits yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi atau kepada sahabat atau selainnya berupa ucapan, perbuatan, taqrir dan sifat. Adapun atsar adalah hadis marfu’ atau maukuf tetapi ularna fiqh lebih cenderung memilih maukuf.
Sunah merupakan sumber hukum kedua yang muttafak (disepekati) setelah al-Qur'an. Menurut fuqaha sunah mengandung dua pengertian, pertama ibadah yang bukan wajib (nafal) dan kedua lawan dari bid'ah.[2]
Kata "sunah" (سنّة)berasal  dari bahasa Arab yang terbentuk dari kata سنّ-يسنّ. Secara bahasa artinya jalan atau cara. Dalam al-Qur'an kata sunah disebut sebanyak 16  kali, yang tersebar dalarn beberapa surat yang mengandung arti kebiasaan yang berlaku dan jalan yang diikuti, seperti firman Allah SWT.
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيْرُواْ فِي الْاَرْضِ  فَانْظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu jalan-jalan (kebiasaan) sebelum kamu. Karena itu, berjalanlah kamu dimuka bumi ini. Dan perhatikanlah oleh kamu semua bagaimana kesudahan orang-orang yang berdusta.” (QS. Ali Imran/3: 137)
Adapun menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Zahra. Sunah mengandung arti:
أَقْوَالُ النَّبِيِّ وَأَفْعَالُهُ وَتَقْرِيْرَاتُهُ
Artinya:Perkataan,perbuatan, dan pengakuan Nabi”.
Dengan demikian apa yang datang dari Nabi berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan Nabi terhadap suatu peristiwa dapat dikatakan sunah.[3]
B.     Macam-macam Sunnah
Dilihat dari bentuknya sunah dapat dibedakan menjadi:

1.      Sunah Qauliyah
Sunah qauliyah dilihat dari jumlahnya paling banyak dibanding sunahfi'liyah dan taqririyah. Sunah qauliyah artinya ucapan Nabi dalam berbagai kondisi yang didengar oleh sahabat dan disampaikannya kepadaorang lain.Contohnya sahabat mendengar bahwasanya Nabi berkata:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Artinya: “Tidak boleh membuat kesusahan dan tidak boleh membalasdengan kesusahan juga”.
Dalam sunah qauliyah terdapat permasalahan yang tampaknya perlu dipertegas karena ada dua bentukyang dapat keluar dari lisan Nabi.Pertama, bisa berupa perkataanNabi(sunah qauliyah) bisa juga berupaayat al­Qur'an. Untuk membedakan apakah itu qauliyah atau al­Qur'anmaka dapat diteliti,jika yangkeluar dari lisan Nabi itu ayat al­Our'an, makabiasanya Nabi menyuruh sahabatnya untuk menghafal, menulis, dan mengurutkannya sesuaipetunjukAllah. Jika yang keluardari lisanNabiini berupa sunah qauliyah maka Nabi melarang untuk menuliskannya karena khawatir akan bercampur dengan al-Quran.

2.      Sunah Fi'liyah
Semua perbuatan dan tingkah laku Nabi yang dilihat dan diperhatikan oleh sahabat Nabi semuanya disebut dengan sunah fi’liyah. Perbuatan Nabi dapat beraneka ragam bentuknya. Hal ini, dapat dilihat dari kedudukun Nabi sebagai manusia biasa dan sebagai utusan Allah.
Pertama, perbuatan Nabi yang merupakan kebiasaan yang lumrah dikerjakan oleh manusia pada umumnya seperti cara makan dan minum, berdiri, duduk, cara berpakaian, memelihara jenggot dan mencukur kumis. Kesemuanya merupakan tabiat Nabi sebagai manusia biasa. Menurut sebagian ulama bahwa kebiasaan kemanusiaan Nabi seperti itu dapat berdampak hukum, yaitu sebagai sunah untuk diikuti. Tetapi sebagian ulama yang lain, mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan Nabi seperti itu tidak berdampak hukum dengan demikian tidak harus diikuti.
Kedua, perbuatan Nabi yang hanya wajib dilakukan oleh Nabi tetapi tidak wajib bagi umatnya seperti Nabi wajib shalat dhuha, tahajud, dan berqurban. Bagi umatnya perbuatan-perbuatan tersebut tidaklah wajib. Nabi boleh kawin lebih dari empat, namun bagi umatnya tidak boleh lebih dari empat.
Ketiga, perbuatan Nabi yang merupakan penjelasan hukum yang terkandung dalam al-Qur'an seperti tentang cara shalat, puasa, haji, jual beli, dan utang piutang, maka semua perbuatan itu  berdampak kepada pembentukan hukum bukan hanya bagi Nabi tetapi juga bagi umatnya. Hal ini diperkuat oleh beberapa hadits Nabi,diantaranya:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي(رواه البخاري)
Artinya: “Shalatlah kamu semua sebagaimana kamu melihatku shalat.” (HR. Bukhari)
خُدُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ (رواه مسليم)
Artinya: “Ambillah dariku tentang cara-caraku dalam beibadah haji.” (HR. Muslim)

3.      Sunah Taqririyah
Maksudnya ialah sikap Nabi terhadap suatu kejadian yang dilihatnyaberupa perbuatan dan ucapan sahabat. Sikap Nabi itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, tidak menunjukkan tanda-tanda mengingkari atau menyetujuinya atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu sehingga dengan adanya ikrar Nabi perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan Nabi yang hukumnya boleh dilakukan. Contoh,ketika Nabi mendiamkanorang yang memakan binatang dhab (sebangsa biyawak).Dengan sikapdiam Nabiitu berartiboleh hukumnya memakandaging tersebut. Karenaseandainyaharam niscayaNabi tidak diam, pasti beliaumelarangnya. Contohlain,ketika Nabi menepuk dada Muadz bin Jabalsetelah diutus oleh Nabi ke negeri Yaman yang menandakan bahwa nabi membenarkan semua yang dikatakan oleh Muadzbin Iabal serayaberkata "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongankepada utusan Rasul-Nya".[4]

C.   Periwayatan Sunnah
Ketiga macam Sunnah tersebut (qauliyah, fi’liyah dan taqririyah) disampaikan dan disebarluaskan oleh yang melihat, mendengar, menerima dan yang mengalaminya dari Nabi secara beranting melalui pemberitaan atau khabar, hingga sampai kepada orang yang mengumpulkan, menuliskan dan yang membukukannya sekitar abad ketiga Hijriah.
 Kekuatan suatu khabar ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: berkesinambungannya khabar itu dari yang menerimannya dari nabi sampai kepada orang yang mengumpulkan dan membukukannya; kuantitas orang yang membawa khabar itu untuk setiap sambungan; dan faktor kualitas pembawa khabar dari segi kuat dan setia ingatannya, juga dari segi kejujuran dan keadilannya.
                 Dari segi jumlah pembawa khabar, ulama membawa khabar itu kepada tiga tingkatan:
1.     Khabar mutawatir, yaitu khabar yang disampaikan  secara berkesinambungan oleh orang banyak  kepada orang banyak yang kuantitasnya untuk setiap sambungan mencapai jumlah tertentu yang tidak memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong.
2.     Khabar masyhur, yaitu khabar yang diterima dari Nabi oleh beberapa orang sahabat kemudian disampaikan kepada orang banyak yang untuk selanjutnya disampaikan pula kepada orang banyak yang jumlahnya mencapai ukuran batas khabar mutawatir.
3.     Khabar ahad, yaitu khabar yang disampaikan dan diterima dari nabi secara perorangan dan dilanjutkan periwayatannya samapai kepada perawi akhir secara perorangan pula.
Perbedaan yang jelas diantara ketiganya adalah:
1.     Khabar mutawatir diterima dan disampaiakan dari pangkal sampai keujung secara mutawatir.
2.     Khabar masyhur yaitu khabar yang diterima dan disampaikan pada tingkat awal secara perseorangan, kemudian dilanjutkan sampai ke ujungnya secara mutawatir.
3.     Khabar ahad diterima dan disampaikan   kemudian  secara beranting sampai ke ujungnya secara perorangan.
Tingkat kebenarannya yang paling tinggi adalah khabar mutawatir, khabar masyhur, lalu barulah khabar ahad.

D.   Kebenaran khabar dari segi Ibarat yang Digunakan Pembawa berita dalam menyampaikan berita
Sebagaimana telah diuraikan bahwa kebenaran  suatu Sunnah Nabi tergantung  pada kebenaran berita yang disampaikan pembawa berita tentang Sunnah  itu. Tingkat kebenaran berita dapat diketahui dari kuantitas pembawa berita, juga dari ibarat yang digunakan pembawa berita itu.
         Dalam hal ini terdapat beberapa tingkat kebenaran:
1.      Tingkat yang terkuat, bila pembawa berita mengatakan, “Saya mendengar bahwa Nabi bersabda” atau “Nabi memeberitakan kepada saya” atau, “Nabi berbicara dengan saya”.
Bentuk penyampaian seperti ini menunjukkan suatu seperti tentang adanya ucapan  nabi dan tidak ada kemungkinan lain.
2.      Penyampaian berita berkata, “Rasul Allah berkata.” Bentuk seperti ini, dan yang biasa ditemui dalam periwayatan, menurut zhahirnya memang berbentuk penukilan berita, tetapi tidak menunjukkan secara jelas dan pasti bahwa ia menerima sendiri secara langsung ucapan Nabi itu.
3.      Bila pembawa berita mengatakan, “Nabi menyuruh kami berbuat ini”, atau “Nabi melarang  kami mengerjakan itu”. Kelemahan periwayatan seperti ini karena ditemukan ada dua kemungkinan dalam  ucapannya itu. Pertama dalam hal pendengarnya terhadap ucapan Nabi. Kedua tentang adanya “suruhan”, karena seorang  pendengar  kadang menganggap sesuatu seperti suruhan tetapi sebenernya bukan suruhan.
4.      Pembawa berita berkata, “Adalah nabi Muhammad SAW menyuruh begini atau melarang begitu”. Pemberitaan dalam bentuk ini lebih lemah dibandingkan dengan tiga bentuk sebelumnya karena adanya kemungkinan-kemungkinan sebagaimana terdapat pada tingkat sebelumnya, juga ada kemungkinan yang menyuruh atau melarang bukan Nabi secara langsung.
5.      Si pembawa berita berkata bahwa ia melakukan sesuatu kemudian ia meng-hubungkan kepada suatu masa dengan Nabi dan tidak ada reaksi dari Nabi tentang itu. Hal tersebut menjadi dalil kebolehan berbuat sesuatu itu.

E.   Fungsi Sunnah
Dalam uraian tentang al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari Sunnah. Dengan demikian  fungsi Sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan al-Qur’an.
Dengan demikian bila al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka Sunnah disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya dengan al-Qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut:
1.      Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Sunnah hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam al-Qur’an.
Umpamanya firman Allah dalam surat al-baqarah (2): 110:
وَ أَقيموا الصلاة واتوا الز كاة ....
Dan diriknlah shalat dan tunaikanlah zakat....
2.      Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al-Qur’an dalam hal:
·         Menjelaskan arti yang masih samar dalam al-Qur’an
·         Merinci apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara garis besar
·         Membatasi apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara umum
·         Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam al-Qur’an
3.      Menetapkan sesuatu hukum dalam Sunnah yang secara jelas tidak terdapat dalam al-Qur’an.  Dengan demikian kelihatan bahwa Sunnah menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapkan dalam al-Qur’an. Fungsi Sunnah dalam bentuk ini disebut “itsbat” atau “insya”.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan Sunnah itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan al-Qur’an secara terbatas.
 
Dari tiga poin di atas, kemudian fungsi hadis dapat dijabarkan dalam beberapa poin yang oleh ulama diperinci keberbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan)  hadis terhadap al-Qur’an, yaitu sebagai berikut :[5]

(1)   BayanTaqrir [6]
          Posisi hadis sebagai penguat (taqrir ) atau memperkuat keterangan al-qur’an (ta’kid ). Sebagian ulama menyebut bayan ta’kid  atau bayan taqrir . Artinya hadis menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al-qur’an, misalnya hadis tentang shalat, zakat, puasa, dan haji, menjelaskan ayat-ayat al-qur’an tentang hal itu juga.
                 Dari Ibnu Umar R.A berkata: rasulullah SAW bersabda: islam didirikan atas lima  perkara; menyaksikan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa ramadhan.   (HR. Al-Bukhari) .
Hadis di atas memperkuat keterangan perintah shalat, zakat, danp uasadalam AL-qur’an surah Al-Baqarah (2): 83 dan 183 dan perintah haji pada surah Al-Imran (3): 97. 2.

(2)   Bayan Tafsir [7]
                 Hadis sebagai penjelas (tafsir ) terhadap Al-qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak  pada umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3 macam, yaitu sebagai berikut :
Tafshil Al-Mujmal 
                 Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat global, baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum, sebagian ulama menyebutnya bayan tafshil  atau bayan tafsir . Misalnya perintah shalat pada beberapa ayat dalam Al-qur’an hanya diterangkan secara global, yaitu dirikanlah shalat, tanpa disertai petunjuk bagaimana  pelaksanaannya; berapa kali sehari semalam, berapa rakaat, kapan waktunya, rukun-rukunnya, dan lain sebagainya. Perincian itu terdapat pada hadis Nabi, misalnya sabda Nabi:
“Shalatlah sebagaimana engkau melihataku shalat.” (HR. Al-Bukhari)

D.  Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam
Umat Islam telah sepakat bahwa sunnah mempunyai kedudukan dalam sumber hukum islam. Sunnah menempati urutan kedua sebagai sumber hukum islam setelah Al-Qur’an. Maknanya, ada keharusan mengikuti Hadis bagi umat islam baik berupa perintah maupun larangan,sama halnya dengan kewajiban untuk berpegang pada Al-Qur’an.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam, dapat dilihat beberapa dalil naqli dan ‘aqli berikut:
 a). Dalil Al-Qur’an
            Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang tetap teguh memegang tali agama Allah swt.,mentaati Rasul karena ia adalah utusan-Nya kepada umat manusia. dalil Al-Qur’an tentang kedudukan hadis: Ali ‘Imran ayat 17,32dan an-Nisa’ayat 59,136. al-Hasyr ayat 7, al-Maidah ayat 92, an-Nur ayat 54.[8]
يا ايها الذين ا منوا اطيعواالله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم فاءن تنازعتم فى شىء فردوه الى الله والرسول
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulnya dan ulil amri dari kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah). (Q.S. an-Nisa’:59)

و ما كان لموء من ولا موء منة اذا قضى الله و رسوله امر ان يكون لهم الخيرة من ا مرهم
Artinya:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan perempuan yang mukmin,apabila Allah dan Rasulnya tidak menetapkan suatu ketetapan, aka nada bagi mereka pilihan yang lain.”      (Q.S.Al-Ahzab:36)
 b). Ijma’u’sh-shahabat
            Sahabat telah sepakat menetapkan wajibul ‘ittiba’ terhadap Al-Hadis,baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah wafat. Ketika Rasulullah masih hidup, para sahabat begitu konskuen mentaati perintah nabi saw. mengikuti perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. ketika Rasul telah wafat, para sahabat bila tidak menemukan dalam Al-Qur’an tentang sesuatu perkara ,mereka akan mencarinya dalam hadist. Abu Bakar sendiri apabila tidak ingat ketentuan dalam sebuah hadist , kemudian menanyakan kepada siapa yang masih mengingatnya.[9] Umar dan sahabat lainya pun demikian , dan dikalangan tabiin tidak ada yang mengingkarinya karena itu merukan ijma’ shahabat.
Abdurrhman bin Yazid pernah melihat seorang lelaki melakukan ihram di musim haji dengan mengenakan pakaian yang berjahit. Abdurrahman pun menegur orang tersebut agar melepas pakaiannya dan memintanya mengikut sunnah Nabi saw. tentang cara berpakaian saat berihram. Lelaki itu berkata kepadanya,” Coba bacakan kepadaku ayat Al-Qur’an yang mengahruskanku melepas pakaianku ini”. Abdurrahman membacakan firman Allah ini,”Apapun yang diberikan Rasul kepada kalian,terimalah, Dan apa saja yang ia larang bagi kalian tinggalkanlah.”(Q.S.al-Hasyr :7).[10] Permasalahan tentang baju berjahit ketika ihram memang tidak ada dalam al-Qur’an, tetapi dijelaskan oleh Hadis. begitulah kedudukan sunnah terhadap syar’i.
c). Menurut Petunjuk Akal
            Dalam melaksanakan tugas agama, yakni menyampaikan hukum-hukum syariat kepada umat, kadang-kadang beliau menyampaikan hal itu berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah swt. terkadang beliau berijtihad sendiri pada suatu permasalahan yang tidak ada pada wahyu. hasil ijtihad tersebut berlaku sampai ada nash yang menasakhkannya. Maka layaklah apabila peraturan atau inisiatif beliau , baik dari wahyu maupun ijtihad beliaukita tempatkan sebagai hukum yang positif. dalam surat al-Hasyir Allah berfirman:
Apa-apa yang disampaikan Rasulullah kepadamu,terimalah, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.”(Q.S.Al-Hasyir: 7)

Golongan yang Menolak Kehujjahan Al-Hadist
Disamping adanya kesepakatan dikalangan umat muslim tentang kehujjahan hadits,terdapat pula penolakkan dari sejumlah kecil  golongan umat muslim tentang hadist sebagai sumber syari’at setelah al-Qur’an. Berikut alasan mereka:
1.      firman Allah swt. :
“Dan kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu sebagai penjelas segala sesuatu.”(An-Nahl: 89)
Mereka yang menolak hadits bependapat bahwa ayat diatas mengandung makna Al-Qur’an itu telah mencakup seluruh persoalan agama,hukum-hukum,penjelasan,serta perincian sedetail-detailnya,hingga tidak memerlukan lagi yang lain,seperti hadist. Bahkan mereka berkesimpulan bahwa jika masih memerlukannya, niscaya didalam Al-Qur’an  masih terdapat sesuatu yang dilalaikan.
2.      Bahkan andaikata al-Hadits itu sebagai hujjah, niscaya Rasulullah memerintahkan untuk menulisnya dan sahabat pasti telah membuat dewan hadist untuk disatukan, agar tidak dilupakan dan hilang. Yang demikian itu agar diterimakaum muslimin sacar qath’i. sebab dalil yann dhannytidak sah berhujjah
Ini hanyalah pendapat sebagian kecil umat islam, dan tentu saja semua alasan penolakan hadist sebagai hujjah ialah suatu kesalahan karena Al-Qur’an dan al-Hadist adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sebagai sumber hukum bagi umat islam.




[1] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2014), Cet. ke-2, hlm. 54.
[2] Khalid Ramadhan Hasan, Mu’jam Ushul Fiqh, (al-Raudhah, 1998), Cet. ke-1, hlm. 148.
[3] Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, (Damaskus: Daar al-Fikr, tt.), hlm. 105.
[4] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah, tt.), hlm. 37
[5]Abdul Majid Khan, UlumulHadis,Amzah, Jakarta, 2013, cet-II.Hlm. 18

[6]Abdul Majid Khan, UlumulHadis,Amzah, Jakarta, 2013, cet-II.Hlm. 18-19

[7]Abdul Majid Khan, UlumulHadis, Amzah, Jakarta, 2013, cet-II.Hlm. 19-21

[8] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,Jakarta: PT GMP,1995,H.20
[9]Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul Hadits,Bandung: PT Alma’arif,1974,h.62
[10]Shubhi As-Shalih,Membahas Ilmu-Ilmu Hadis,Jakarta: Pustaka Firdaus,1997.cet.3,h.254

Manusia dan islam , Islam dan ilmu pengetahuan

Makalah “ Manusia dan Islam ” Tujuan Pembuatan Makalah Ini Adalah Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan Dosen Pengampu : Dr. Amirsyah, M.Ag Disusun Oleh : Kelompok 5 Fahrizal : 11150340000027 Zekri Okrianto : 11160340000007 Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir , Fakultas Ushuluddin UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Tahun Ajaran 2018 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya. Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179. وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ ١٧٩ “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Qs. Al-A’raf Ayat 179). Manusia, dan Islam merupakan masalah yang sangat penting, karena kedua-Nya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-nilai spiritual yang sesuai dengan agama-agama samawi (agama yang datang dari langit atau gama wahyu). Islam dengan berbagai ketentuannya dapat menjamin bagi orang yang melaksanakan hukum-hukumnya akan mencapai tujuan yang tinggi. Sangat menariknya pembahasan tentang manusia inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengulas sedikit tentang Manusia Menurut Pandangan Islam. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Manusia Manusia ialah makhluk yang sempurna. Kalimat yang sederhana tersebut menggambarkan kedudukan manusia diantara ciptaan Tuhan di alam semesta. Dr. A. Carrel dalam bukunya, Man The Unknown, menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia. Dia berpendapat bahwa pengetahuan tentang makhluk-makhluk hidup secara umum dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya. Keterbatasan pengetahuan manusia tentang dirinya tersebut disebabkan oleh: a. Pembahasan tentang manusia terlambat dilakukan, karena pada awalnya perhatian manusia hanya tertuju pada penyelidikkan alam materi. b. Ciri khas akal manusia yang lebih cenderung memikirkan hal-hal yang tidak kompleks. Hal ini menurut Bergson, tidak mampu mengetahui hakikat hidup. c. Multikompleksnya masalah manusia. Dalam masalah agama, menurut Quraish Shihab, pengetahuan manusia demikian karena ia adalah satu-satunya ciptaan yang memiliki unsur ruh ilahi sedangkan manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh, kecuali sedikit (Q.S. Al-Isra’/17:85). Menurut Quraish Shihab lagi, satu-satunya cara agar manusia mengetahui dirinya dengan baik ialah dengan merujuk kepada wahyu ilahi. Bintu Syati mengatakan bahwa manusia (al-insan) ialah khalifah Allah swt di atas bumi yag diberi tanggung jawab dan amanah karena kekhususannya dapat membedakan antara ilmu, akal, dan memiliki kemampuan al-bayan (berbicara). Maksud dari kemampuan berbicara (al-bayan) adalah pembicaraan yang menggugah hati dan perasaan, sehingga manusia dalam arti basyar berubah menjadi manusia yang berarti al-insan yang sanggup menerima al-Qur’an sebagai petunjuk. Para filsuf berusaha untuk membedakan manusia dengan hewan lainnya, sehingga lahirlah defenisi bahwa manusia sebagai “hewan yang berpikir”. Pandai berbicara tidak hanya dimiliki oleh manusia, bahkan ada penelitian yang menyatakan sebagian hewan juga saling berbicara dengan bahasa mereka sendiri. Namun, berbicaranya manusia ialah dengan pembicaraan yang sudah diolah oleh akal pikiran. Hal ini merupakan keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sedangkan Abbas Mahmud al-Aqqad mengatakan bahwa manusia dalam pandangan al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. diringkas dalam dua kalimat, yaitu manusia mkhluk mukalaf yang diciptakan dalam gambaran Khalik. B. Asal Usul Manusia Menurut Evolusionis dan Al-Quran 1. Teori Darwin Orang yang mengemukakan teori evolusi ialah seorang yang bernama Charles Robert Darwin dari Inggris. Darwin tidak pernah menempuh pendidikan di bidang Biologi. Namun ia memiliki ketertarikan pada alam dan makhluk hidup. Minat tersebut mendorongnya bergabung secara sukarela dalam ekspedisi pelayaran dengan sebuah kapal bernama H.M.S. Beagle yang berangkat dari Inggris tahun1832 dan mengarungi berbagai belahan dunia selama 5 tahun. Ia melihat berbagai spesies makhluk hidup , ia juga menemui jenis-jenis burung finch tertentu di kepulauan Galapagos. ia mengira bahwa variasi pada paruh burung-burung tersebut disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Dengan pemikiran ini ia menduga bahwa asal usul kehidupan dan spesies berdasar pada konsep adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Darwin , aneka spesies makhluk hidup tidak diciptakan secara terpisah oleh Tuhan , tetapi berasal dari nenek moyang yang sama dan menjadi berbeda satu dengan yang lain karena faktor kondisi alam. Gagasan darwin menyatakan bahwa individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka dengan cara terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menguntungkan itu lama-kelamaan mengubah suatu individu menjadi spesies yang berbeda dengan nenek moyangnya. Darwin menamakan proses ini “evolusi seleksi alam” atau “Survival of The Fittest”. Ia menyangka telah menemukan asal-usul spesies, suatu spesies berasal dari spesies lain. Ia memperkenalkan pandangannya tersebut dalam sebuah buku yang berjudul The Origin oh Spesies, By Means of Natural Selection, pada tahun 1859. a) Evolusi Manusia Menurut Mark Ridley, evolusi menunjukan bahwa spesies berubah dan pecah menjadi lebih dari satu spesies, dan spesies yang kita kenal sekarang ialah keturunan satu nenek moyang tunggal. Ada tiga macam bukti untuk menguji teori tersebut . Pertama, pengamatan evolusi dalam skala kecil; kedua, adalah argumen dari klarifikasi yang membicarakan pola-pola tertentu dari diversitas kehidupan: ketiga , adalah bukti fosil. Banyak fosil yang ditemukan membuat ilmuwan pada waktu itu memiliki gagasan yang sama dengan teori evolusi Darwin atau lebih tepatnya pengembangan teori darwin. Sepanjang sejarah , telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera dan kebanyakan telah punah.. Kini hanya 120 spesies kera yang masih hidup di bumi. Evolusionis (orang yang berpegang pada teori evolusi) menyusun argumen tentang evolusi manusia dengan cara menyusun sejumlah tengkorak, kemudian diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar , lalu menempatkan diantaranya tengkorak beberapa ras manusia yang telah punah. Mereka percaya bahwa manusia dan kera modern berasal dari nenek moyang yang sama. Nenek moyang ini berevolusi seiring berjalannya waktu. Sebagian dari mereka menjadi kera modern , sedangkan kelompok lain berevolusi menjadi manusia masa kini. b) Silsilah Manusia Berdasarkan Teori Evolusi Figure 1. Tahapan Evolusi manusia Darwinis menyatakan bahwa manusia saat ini berevolusi dari makhluk serupa kera. Selama evolusi yang diperkirakan berawal 4-5 juta tahun lalu, terdapat beberapa ‘bentuk transisi’ antara manusia modern dan nenek moyangnya, seperti gambar di atas. Mereka membaginya menjadi empat kategori dasar: 1) Australopithecus Evolusionis menyebut nenekmoyang manusia dan kera yang pertama ialah australopithecus (Kera Afrika Selatan). Ia merupakan spesies kera kuno yang telah punah dan memiliki beragam tipe. Sebagian berperawakan tegap, dan sebagian lain bertubuh ramping dan kecil. Makhluk ini diperkirakan muncul pertama kali di Afrika sekitar 4 juta tahun lalu dan hidup hingga 1 juta tahun lalu. Evolusionis beranggapan Australopithecus yang tertua adalah A. afarensis, kemudian muncul A. africanus (mamiliki kerangka lebih ramping), A. robustus (memiliki kerangka lebih besar), terakhir A. boisei. Harun Yahya menganggap bahwa semua spesies Australopithecus adalah kera yang sudah punah dan menyerupai kera masa kini. Namun evolusionis menyatakan bahwa meskipun Australopithecus memiliki anatomi kera , mereka berjalan tegak seperti manusia dan bukan seperti kera. Setelah mempelajari fosil-fosil selama 15 tahun, Lord Zuckerman dan timnya memberikan kesimpulan bahwa Australopithecus hanya kera biasa dan berjalan membungkuk. Sama halnya dengan Charles E. Oxnard, evolusionis yang terkenal dengan penelitiannya pada subjek ini, menyamakan struktur anatomi Australopithecus dengan milik kerangka orang utan modern. 2) Homo Habilis Evolusi manusia berikutnya yang dinamakan “homo”, yang berarti ‘manusia’. menurut evolusionis makhluk hidup dalam kelompok homo lebih berkembang dari pada Australopithecus. Konsep Homo Habilis diajukan pada tahun 1960-an oleh keluarga Leakey . Menurutnya, habilis ini punya tengkorak cukup besar, jalannya tegak dan punya peralatan dari batu dan kayu. Namun pada tahun 1980-an, peneliti seperti Bernard Wood dan C. Loring Brace, menyatakan bahwa homo habilis (manusia yang mampu menggunakan alat) seharusnya di golongkan sebagai Australopithecus habilis (kera Afrika selatan yang mampu menggunakan alat) karena ia punya kesamaan dengan Australopithecus. 3) Homo Erectus Menurut evolusionis, evolusi internal spesies Homo adalah: pertama Homo erectus, kemudian homo sapiens purba, manusia Neandertal , manusia Cro-Magnon dan terakhir manusia modern. Homo erectus dikatakan sebagai spesies manusia paling primitif. Kata “erect” berarti “tegak”, maka “Homo erectus” berarti manusia yang berjalan tegak. Fosil yang telah menjadikan Homo erectus terkenal ialah fosil Manusia Peking dan Manusia Jawa yang ditemukan di Asia. Selain itu fosil homo erectus yang terkenal dari Afrika ialah fosil “Narikotome homo erectus” atau “anak lelaki Turkana”, yang ditemukan dekat danau Turkana, Kenya. 4) Homo Sapiens Menurut evolusionis, Homo sapien kuno adalah tahapan terakhir sebelum manusia modern. Data Paleoantropologi mengungkapkan bahwa orang-orang homo sapien telah hidup pada satu juta tahun lalu. Pada tahun 1932 di daerah Kanjera sekitar danau Victoria, Kenya, Louis Leakey menemukan beberapa fosil diperkirakan berasal dari Pleistosin tengah. Kemudian sebuah fosil lain ditemukan di Spanyol tahun 1995, menunjukkan sejarah homo sapien ternyata lebih tua dari yang diperkirakan. Fosil tersebut ditemukan di sebuah gua bernama Gran Dolina di wilayah Atapuerca, Spanyol oleh 3 orang ahli paleoantropologi Spanyol dari Universitas Madrid. Fosil tersebut seperti wajah anak lelaki berusia sekitar 11 tahun, terlihat seperti manusia modern. Namun fosil tersebut diperkirakan berusia 800 ribu tahun. Majalah Discover mencantumkan hal ini yang diterbitkan pada Desember 1997. Namun hampir semua teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin terbantahkan oleh penemuan-penemuan di abad modern ini. Semakin berkembangnya teknologi, para ilmuan semakin giat meneliti tentang alam dan kehidupannya. Salah satu penemuan yang membantah teori evolusi manusia adalah DNA. 2. Penciptaan Manusia menurut Al-Qur’an Al-Qur’an menguraikan produksi dan reproduksi manusia. Ketika berbicara penciptaan manusia pertama, al-Qur’an merujuk pada Sang pencipta kata ganti berbentuk tunggal: ....اِنِّيْ خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِيْنٍ (71) “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah” (Q.S.Shad/38:71). “Apa yang menghalangi kamu (iblis) sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku?“ (Q.S.Shad/38:75) Namun ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Sang Pencipta menggunakan bentuk jamak. لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِيْ اَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) “Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S. At-Tin/95:4) Hal tersebut memberitahu perbedaan proses kejadian manusia secara umum dengan proses kejadian Adam as. Penciptaan manusia umum melalui keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yakni ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak berdampak pada bentuk fisik serta karakter anak, sedangkan penciptaan adam tanpa keterlibatan kedua orang tua. Proses kejadian Adam tidak dijelaskan secara rinci di dalam al-Qur’an, yang ada hanya: a. Bahan Adam ialah tanah. b. Kemudian disempurnakan. c. Setelah proses penyempurnaan selesai, kemudian ditiupkan ruh ilahi (Q.S Al-Hijr/15:28-29 ; Shad/38:71-72) Setelah itu al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana kelanjutan proses kejadian adam. Quraish Shihab menyatakan bahwa banyak cendikiawan muslim dan ulama Islam jauh sebelum Darwin melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa manusia diciptakan melalui fase atau evolusi tertentu. Muhammad Abduh menyanggah kebenaran dari teori Darwin dengan menyatakan jika teori tentang evolusi manusia itu dapat dibuktikan secara ilmiah, maka tidak ada alasan dari al-Qur’an untuk menolaknya. Abbas al-Aqad, seorang ilmuwan dan ulama Mesir kotemporer, dalam bukunya al-Insan fi al-Qur’an, membolehkan setiap muslim untuk menerima atau menolak teori itu berdasarkan penelitian ilmiah, karena al-Qur’an tidak berbicara secara rinci tentang proses kejadian manusia pertama. C. Konsep Manusia dalam Islam Adapun konsep Manusia dalam Islam, akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Pengertian Manusia dalam Alqur’an Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri. Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan an-nas. Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 36 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis. (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain. قَالَتۡ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي وَلَدٞ وَلَمۡ يَمۡسَسۡنِي بَشَرٞۖ قَالَ كَذَٰلِكِ ٱللَّهُ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُۚ إِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٤٧ “Maryam berkata: ‘Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun’. Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): ‘Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: ‘Jadilah’, lalu jadilah dia.”(QS Ali ‘Imran [3]:47). Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalam Al-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab [33]:72)kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8). Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah). Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah.Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia. Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik).Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral.Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif.Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri. 2. Tujuan Penciptaan Manusia Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya “memperhambakan diri”, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya. 3. Fungsi dan Kedudukan Manusia Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. QS Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinyakepada Allah Swt. Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah martabatnya daripada manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56). Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan alam. Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30); al-An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. 4. Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an Hakekat manusia adalah sebagai berikut : a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnyaMakhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya. c. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati d. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas e. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat. f. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan social. g. Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran. 5. Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI) Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh atau jiwa.Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad dan roh).Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun udara.Dan jika dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif), dan perilaku (psikomotorik).Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai kecerdasan. 6. Peran dan Tanggung jawab Manusia Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya. Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia bukanlah berasal dari apa yang dikatakan oleh teori Darwin (dari kera sebagai nenek moyang). Manusia berasal dari Sang Pencipta (Alah swt) dan nenek moyang manusia bukanlah kera melainkan Nabi Adam as. Manusia bisa lebih tinggi nilainya dari pada malaikat, jika ia benar-benar bertanggung jawab dan menjalankan amanah Allah swt di bumi. Tetapi bisa pula nilainya lebih rendah dari hewan jika tanggung jawab dan amanah itu tidak dijalankan. Jadi kemanusiaan manusia itu terletak pada tanggung jawab dan amanah yang dipikulnya. Surah at-Tin ayat4-5 menggambarkan keadaan manusia yang mempunyai kurva naik dan turun, sesuai dengan tanggung jawab dan amanah yang dipikulnya. Apabila tanggung jawab dan amanah itu dijalankan dengan baik manusia dikatakan sebagai ahsan taqwim (penciptaan yang sempurna). Hal itu diperoleh dengan iman dan amal saleh. Sebaliknya, manusia akan jatuh pada penilaian yang rendah (asfala safilin) jika ia hanya mengikuti hawa nafsu dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela. Dari pengertian manusia menurut Bintu Syati dan al-Aqqad di awal pembahasan, dapat dikatakan bahwa manusia tersebut mempunyai tugas sebagai khalifah (pemegang kekuasaan) Allah swt di bumi untuk memakmurkan bumi dengan segala isinya. Tugas manusia di bumi menurut kehendak Allah swt adalah untuk kebahagiaan manusia itu sendiri di dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat menjadi tujuan umum dari syariat yang diturunkan Allah swt. Dari sini nyatalah hubungan yang erat antara manusia dan syariat islam. Kebahagiaan di dunia dan akhirat dapat dicapai dengan kebajikan dan beramal shaleh untuk memakmurkan bumi. Maksud memakmurkan bumi adalah memakmurkan bumi dengan segala isinya, baik yang berhubungan dengan sesama manusia sebagai makhluk sosial, maupun manusia dengan alam lingkungan. DAFTAR KEPUSTAKAAN Shihab ,Quraish. 1996. Membumikan Al-Qur’an, cet.13. Bandung: Mizan. Ensiklopedi Islam,1994, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, cet,2.vol.3 Yahya ,Harun. 2004. Keruntuhan Teori Evolusi,Cet.5. Bandung: Dzkra Darwin ,Charles. The Origin of Species, terj. Susilohardo dan Basuki H.. Yogyakarta: Ikon Teralitera Snijders, Adelbert. 2004. Antropologi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan, Yogyakarta: KANISIUS Ridley ,Mark. 1991. Masalah-Masalah Evolusi, Cet.1.Jakarta: UI-Press Didiek Ahmad Supadie,dkk.2011. Pengantar Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers Syukur ,M. Amin. 2010. Pengantar Studi Islam. Semarang:Pustaka Nuun Fathoni ,Miftah Ahmad. 2001. Pengantar Studi Islam. Semarang:Gunung Jati

Metode Tafsir : Tafsir Sahabat

PEMBAHASAN TAFSIR SAHABAT A. Pengertian Sahabat Sebagai Mufassir Tafsir Al-Qur’an telah tumbuh dimasa Nabi Saw. dan beliaulah pena...