PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di akhir dasawarsa tahun 90-an
sampai sekarang di Amerika Serikat dan Eropa Barat khususnya arus pembicaraan
tentang ilmu pengetahuan dengan kitab suci. Dimulai oleh G. Barbour, yang
mengemukakkan teori tentang munculnya empat tipologi hubungan sains dengan
agama atau kitab suci.[1]
Dalam sejarah penafsiran al-Qur’an,
para pakar tafsir menjadikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu objek kajian
yang terkadang eksistensinya masih diperdebatkan di kalangan para peneliti
al-Qur’an. Maka pada beberapa dekade terakhir muncul istilah “Islamisasi
Pengetahuan”, “Universalisme ilmu pengetahuan”, dan terakhir “Qur’anisasi ilmu
pengetahuan”.
Istilah Qur’anisasi ilmu
pengetahuan berarti memahami ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan realitas
atau ilmu pengetahuan dengan mengoptimalkan hakikat filsafat ilmu. Maksudnya
ialah mengkaji ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dengan
memperhatikan hakikat ilmu pengetahuan.
Dalam pembahasan ini, penulis ingin
menguraikan salah satu tulisan ilmuwan
Eropa terkemuka mengenai keterkaitan Sains dan al-Qur’an. Ia adalah Dr. Maurice
Bucaille yang menulis buku La Bible, le Coran et la Science (1976). Buku
ini menjadi terkenal dan laku dipasaran setelah diterbitkan pada waktu itu,
serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Di Indonesia sendiri, buku itu
diterjemahkan oleh Prof. Dr. H.M. Rasjidi yang diterbitkan oleh PT Bulan
Bintang.
PEMBAHASAN
A.
Maurice
Bucaille dan The Bible, The Qur’an and Science
a)
Dr. Maurice Bucaille
Bucaille lahir di Pont-I’Eveque,
Perancis, pada 19 Juli 1920 dan meninggal 17 Februari 1998 (77 tahun). Ia
adalah seorang ahli bedah berkebangsaan Perancis.
Bucaille pernah mengepalai klinik
bedah di Universitas Paris. Pada tahun 1974 diundang oleh Presiden Anwar Sadat
ke Mesir untuk meneliti Mumi Fir’aun (di Museum Kairo). Hasil penelitian
tersebut ia terbitkan dengan judul Les Momies des Pharaos et la Medecine
(Mumi Fir’aun, sebuah Penelitian Medis Modern).[2]
Penghargaan yang ia peroleh yakni,
le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Francaise,
dan Prix General (penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medecine,
Perancis.
b)
The Bible, The Qur’an and Science
Modern
Bukunya ini, dengan judul asli
berbahasa Perancis La Bible, le Coran et la Science (1976) menjadi
best-seller international di dunia muslim dan telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa. Dari buku inilah beliau menjadi terkenal.
Bucaille dalam bukunya tersebut
mengkritik Alkitab atau Bible yang dianggap tidak konsisten dan penurunannya
diragukan. Sedangkan al-Qur’an terdapat banyak kecocokan dengan fakta sains.
Bahkan ia mengungkapkan keheranannya bahwa wahyu yang diturunkan 14 abad yang
lalu memuat soal-soal ilmiah yang baru diketahui manusia pada abad ke-20.
The Bible The Qur’an and
Science, terdiri dari 5 bab, dan kurang dari 300 halaman. Referensi yang
dipakai untuk membahas al-Qur’an antara lain : terjemahan al-Qur’an bahasa
Inggris yang ditulis oleh Yusuf Ali (1936), terjemahan al-Qur’an yang ditulis
Profesor Hamidullah (1971) , karya Tafsir Abu Su’ud dan lainnya.
Ia menafsirkan al-Qur’an dengan menentukan
tema besar dan sub tema terkait dengan sains, kemudian ia menganalisis ayat
secara tekstual, lalu dikaitkan dengan ilmu pengetahuan yang dikuasainya.[3]
B.
Penciptaan
Langit dan Bumi
Dalam bukunya, Dr. Maurice memulai
pembahasan tentang kaitan al-Qur’an dengan Sains setelah ia membahas
keorisinilan al-Qur’an itu sendiri. Kemudian ia mulai membahas katerkaitan
antara al-Qur’an dan Sains Modern dengan membahas bagaimana terciptanya alam
ini menurut kitab suci al-Qur’an dan Bible, serta perbandingan keduanya.
a)
Enam Periode Penciptaan Langit dan
Bumi
Al-Qur’an tidak menyajikan suatu
riwayat yang menyeluruh tentang penciptaan, tetapi bersifat terpisah. Dalam
Bible menyatakan bahwa Tuhan menciptakan alam selama enam hari dan diakhiri
dengan hari sabtu (istirahat).[4] Kata ‘hari’
dalam bible ialah masa antara dua terbitnya matahari berturut-turut atau dua
terbenamnya matahari berturut-turut. Dalam Islam menurut Dr. Maurice, proses
penciptaan berlangsung dalam waktu enam hari juga. Allah swt. berfirman :
“Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam hari.” (Q.S. Al-A’raf/7 :54)
Kata ‘hari’ disini harus dipahami
dengan artian ‘periode’, namun Dr. Maurice mengungkapkan tidak banyak pakar
tafsir dan penerjemahan al-Qur’an memakai hal ini.
Hari dalam bahasa Arab disebut yaum jamaknya
ayyam. Namun jika diteliti maksud hari disini ialah terangnya waktu siang dan
bukan waktu antara terbenamnya matahari sampai terbenamnya lagi. Kata ‘ayyam’
berarti beberapa hari dan juga diartikan waktu yang tak terbatas dan lama. Kata
ayyam sebagai periode disebutkan dalam al-Qur’an antara lain:
“Dalam suatu hari yang
panjangnya seribu tahun dari perhitungan kamu.” (Q.S. AS-Sajadah/32 : 5)
“Dalam suatu hari yang
panjangnya lima puluh ribu tahun.” (Q.S. Al-Ma’arij/70 : 4)
Abu Su’ud (ahli tafsir abad 16 M)
menyatakan bahwa untuk penciptaan alam diperlukan suatu pembagian waktu bukan
dalam ‘hari’ yang biasa kita pahami, tetapi dalam ‘peristiwa-peristiwa’. Hal
ini sesuai dengan Sains modern yang menyatakan bahwa tidak mungkin proses
kompleks yang berakhir dengan terciptanya alam dapat dihitung dalam enam hari.
Proses ini memerlukan periode yang sangat panjang sehingga hari (sebagaimana
yang kita pahami) tidak cocok digunakan.
b)
Bentuk Alam Sebelum Diciptakan
Allah swt. berfirman: “Kemudian
Dia menuju kepada penciptaan langit, dan
dia (langit itu masih merupakan) asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada
bumi, ‘Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.
Keduanya menjawab,’Kami datang dengan patuh’.” (Q.S. Fussilat/41: 11)
Menurut Dr. Maurice, ayat ini
menunjukkan ,bahwa: bentuk gas yakni bentuk daripada bahan samawi serta
pembatasan secara simbolis bilangan langit sampai 7. Kemudian terdapat percakapan
antara Tuhan dengan langit dan bumi, maksudnya disini ialah setelah diciptakan,
langit dan bumi menyerah kepada kehendak Tuhan.[5]
Dalam ayat lain, disajikan suatu
sintetis singkat daripada fenomena-fenomena yang menyusun proses fundamental
tentang pembentukkan kosmos. Allah swt. berfirman :
“Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian Kami pisahkan
antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air ;
maka mengapa mereka tidak beriman?” (Q.S. Al-Anbiya’/21: 30)
Tentang dua ayat tersebut, Dr. Maurice
berkesimpulan bahwa:
1)
Menetapkan adanya suatu kumpulan
gas dengan bagian-bagian kecil yang sangat halus (Dukhan=asap). Asap itu
terdiri dari strotum (lapisan) gas dengan bagian-bagian kecil yang mungkin
memasuki tahap keadaan keras atau cair dan dalam suhu rendah atau tinggi.
2)
Menyebutkan proses perpisahan
(fatq) dari suatu kumpulan pertama yang unik yang terdiri dari unsur-unsur yang
dipadukan (ratq).[6]
Adanya konsep kesatuan yang
terpisah-pisah atau adanya indikasi alam-alam ganda dalam al-Qur’an, seperti
Firman Allah swt dalam surat al-Fatihah, : “Dengan nama Allah, yang Maha
Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Allahh Tuhan sekalian alam.” Kata
alamin (alam-alam) ada 10 kali dalam al-Qur’an. Langit disebutkan dengan jamak
dan juga secara simbolik yaitu angka 7. Angka 7 dipakai dalam al-Qur’an
sebanyak 24 kali dengan maksud beragam. Menurut pakar tafsir, angka 7 menunjukkan
‘banyak’ tanpa disertai perincian.
Menurut Dr. Maurice, angka 7
menunjukkan ganda yang tak ditentukan, beliau berkesimpulan bahwa teks
al-Qur’an menunjukkan dengan jelas bahwa tidak hanya ada satu bumi, tetapi
terdapat bumi-bumi lain yang sama dalam kosmos ini. Tentang hal ini, Rohmat
Haryadi dalam bukunya Jejak Kehidupan di Planet Lain (2013) menulis, bahwa pada
Februari 2011, NASA mengumumkan temuan
lima kandidat planet sebesar bumi pada zona habitasi. Katanya, planet pada zona
habitasi mampu menghadirkan air dalam bentuk cair, sehingga lingkungannya
mendukung untuk kehidupan.[7]
Namun temuan ini hanya menunjukkan planet yang seukuran dengan bumi tidak lebih
dari itu.
c)
Pembentukan Kosmos Menurut Sains Modern
Kata alamin (alam-alam) dalam
al-Qur’an ternyata terbukti. Dalam galaksi kita yang besar, ternyata hanya
merupakan satu unsur kecil daripada langit. Terdapat kumpulan-kumpulan raksasa
daripada bintang-bintang yang terlihat seperti kabut susu dari galaksi kita.
Sains modern menyatakan bahwa
kosmos telah terjadi dari kumpulan gas yakni hidrogen dan helium yang berputar
secara pelan pada zaman kuno. Kumpulan gas tersebut kemudian terbagi menjadi
potongan-potongan banyak daripada dimensi dan kelompok yang sangat besar.
Ahli-ahli ilmu astrofisika (fisika bintang) mengira bahwa dimensi tersebut
adalah satu miliard sampai 100 miliard kali besarnya matahari, besar matahari
adalah 300.000 kali besar bumi. Hal ini memberikan gambaran tentang pentingnya
kelompok gas mula-mula yang kemudian melahirkan galaksi.
Kemudian terbentuklah
bintang-bintang dari pecahan baru dari gas. Bintang bercahaya karena perubahan
kekuatan daya tarik menjadi energi panas. Reaksi termo nuklir ikut melakukan
peran dan karena bercampur maka terjadilah atom berat menggantikan atom ringan.
Dengan begitu maka hidrogen menjadi helium, kemudian menjadi karbon, kemudian
menjadi oksigen, dan akhirnya menjadi logam, kemudian menjadi metalloid.
Planet seperti bumi terjadi
karena proses perpisahan dari kumpulan gas asli yang awalnya merupakan kumpulan
gas primitif. Para ahli sepakat bahwa
matahari menjadi beku (padat) di dalam gumpalan utama, sedang planet-planet
lain menjadi padat di tengah-tengah orbit yang melingkungi bumi. Dr. Maurice
mengungkapkan, hal ini mengingatkan bahwa tak ada urutan-urutan dalam
terjadinya unsur-unsur samawi seperti matahari dan juga dalam unsur di bumi.
Hasil-hasil sains tentang
kumpulan gas primitif dan caranya berpecah menjadi bintang-bintang yang tak
terhitung jumlahnya dan terhimpun dalam galaksi telah membenarkan secara pasti
konsep adanya alam ganda, tetapi tidak memberi kepastian tentang adanya suatu
planet lain yang sama dengan bumi. Namun, P. Guerin (ahli astrofisika)
mengungkapkan : “Sistem planeter sudah terang, tersebar banyak dalam kosmos,
sistem matahari dan bumi tidak satu-satunya yang ada.”[8]
C.
Astronomi
Ada lebih 40 ayat al-Qur’an yang
memberikan kepada astronomi (ilmu bintang) keterangan-keterangan tambahan.
Sebagian dari ayat-ayat tersebut berupa renungan tentang keagungan zat pencipta
dan pengatur segala sistem bintang-bintang dan planet-planet yang kita ketahui,
dan terpelihara dalam keteraturan dan keseimbangan, sebagaimana yang ditemukan
oleh Newton, yaitu hukum tarik-menarik antara benda-benda/gravitasi (law of
gravitation).[9]
a)
Matahari dan bulan
Matahari ialah cahaya (ضِيَاءٌ)
dan bulan adalah terang (نُورٌ). Diya berarti menyala, mengkilat, dan terang. Allah berfirman
:
“Tidaklah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat. Dan Allah
menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita.”
(Q.S. Nuh/71:15-16)
“Dan kami bina diatas kamu tujuh
langit yang kokoh dan kami jadikan pelita yang amat terang (matahari).”
(Q.S. An-Naba’/78:12-13)
Bulan dilukiskan sebagai benda yang menyinari (munir),
dari akar kata yang sama dengan nur (kata terang dipakai untuk bulan). Matahari
disandingkan dengan pelita (siraj) atau lampu yang sangat kuat sinarnya (wahhaj).
Secara umum diketahui bahwa
matahari adalah suatu bintang yang menghasilkan panas yang hebat serta cahaya,
sedangkan bulan tidak mempunyai cahaya sendiri melainkan memantulkan kembali
cahaya yang ia terima dari matahari. Dalam teks al-Qur’an tak ada pertentangan
dengan pengetahuan kita pada zaman ini terkait 2 benda langit ini.
b)
Bintang-bintang
Bintang dalam bahasa Arab Najm
disebutkan dalam al-Qur’an 13 kali. Jamak dari najm ialaah nujum, dari akar
kata berarti nampak. Allah swt. berfirman:
“Demi langit dan yang datang
pada malam hari, tahukah kamu apa yang datang pada malam hari, yaitu bintang
yang cahayanya menembus.” (Q.S. At-Tariq/86 : 13)
Bintang di malam hari diberi sifat
dalam al-Qur’an dengan “tsaqib” artinya yang membakar, membakar diri sendiri
dan yang menembus. Maksudnya menembus kegelapan di malam hari.[10]
c)
Plenet-Planet
Planet-planet yang diketahui selain
bumi , yaitu: Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan
Pluto. Namun pada 2006, IAU General Assembly, memutuskan untuk mengeluarkan
Pluto dari kategori planet yang biasa kita kenal dan dimasukan ke dalam
kategori planet kecil.[11] Al-Qur’an
menyebut planet dengan kaukaban jamaknya kawakib, tetapi tidak ditentukan
jumlahnya. Mimpi nabi Yusuf menyebutkan ada 11 buah, tetapi ini adalah riwayat
mimpinya nabi Yusuf.
Kata kawakib yang berarti planet terdapat
dalam ayat :
“Sesungguhnya kami telah
menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan yaitu planet-planet.” (Q.S.
as-Saffat/37 : 6)
Yang dimaksud dengan ‘langit yang
terdekat’, menurut Dr. Maurice ialah sistem matahari yang terdiri dari
planet-planet.
d)
Evolusi Alam Samawi
Allah swt. berfirman:
“Dan matahari berjalan ditempat
peredarannya, demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. Yasin/36 : 38)
‘Mustaqarr’ berarti tempat
peredaran yang ditentukan. Maksudnya ialah adanya tempat tertentu dimana
matahari berevolusi. Tempat tertentu itu telah dibenarkan oleh Astronomi modern
yang dinamakan Apex matahari.
e)
Menundukkan Angkasa
Allah swt. berfirman:
“Hei jin dan manusia jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, dan kamu
tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan (sdang kamu tidak punya
kekuatan).” (Q.S. ar-Rahman/55 : 33)
Ayat ini menunjukan kemungkinan
dikemudian hari manusia akan dapat menundukan langit. Teks ayat itu, bukan
hanya menyebut langit tapi bumi juga. Hal itu bisa terjadi karena kekuasaan
yang diberikan Tuhan kepada otak dan keterampilan manusia. Pada ayat lain:
“Dan jika seandainya kami
membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka
terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata : ‘Sesungguhnya
pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena
sihir.” (Q.S. al-Hijr/15 :14-15)
Ayat ini menunjukan suatu kejadian
yang tidak akan dialami oleh orang-orang kafir di Mekah; makanya dilukiskan
sebagai hal yang tidak akan terjadi. Tetapi kajadian itu akan dialami oleh
orang-orang lain (yang memiliki kecerdasan dan kemampuan). Ayat ini
menggambarkan reaksi manusia terhadap suatu kejadian yang tak mereka harapkan,
tetapi diberikan kepada para astronout. Reaksi itu ialah pandangan yang penuh
dengan kekhawatiran serta perasaan seakan-akan diri mereka kena sihir.
Tahun 1961, adalah tahun dimana
pertama kali manusia daapat terbang mengelilingi bumi. Menurut laporan para
astronout tersebut,jika seseorang berada diluar atmosfir bumi, langit tidak
lagi biru melainkan hitam dan akan terlihat bumi di kelilingi oleh lapisan
berwarna kebiru-biruan.Sedangkan bulan yang tanpa atmosfir terlihat seperti
biasa. Ini merupakan pemandangan yang sangat baru bagi manusia pada waktu itu.[12]
D.
Muka Bumi
Yang mempunyai pengaruh besar
dalam sejarah pembentukan bumi adalah munculnya rangkaian gunung-gunung. Para
ahli mengelompokkan semua evolusi bumi, dari periode pertama sampai periode
keempat dengan mengambil pedoman dari tahap orogenik (gunung-gunung) dan
tahap-tahap ini sendiri dikelompokkan dalam siklus-siklus orogenik, karena tiap-tiap
munculnya relief gunung akan mempengaruhi keseimbangan antara lautan dan benua.
Munculnya gunung-gunung telah menghilangkan beberapa bagian bumi yang tinggi
dan menumbuhkan bagian-bagian yang baru dan telah merubah pembagian udara laut
dan udara kontinental semenjak beratus-ratus juta tahun. Udara kontinental
hanya mengambil tempat 3/10 dari seluruh muka bumi.[13]
Adapun yang mengenai relief
bumi, Quran hanya menyinggung terbentuknya gunung-gunung. Sesungguhnya dari
segi yang kita bicarakan di sini, hanya sedikit yang dapat kita katakan; yaitu
ayat-ayat yang menunjukkan perhatian Tuhan kepada manusia dalam hubungannya
dengan terbentuknya bumi seperti dalam:
Artinya: "Dan bumi
itu Kami hamparkan, maka sebaik-baik yang menghamparkan adalah Kami." (Q.S. Adz-Dzariyat[51]: 48)
(Permadani) yang digelar
(dihamparkan) adalah kulit bumi yang keras yang di atasnya kita dapat hidup.
Adapun lapisan-lapisan di bawah adalah sangat panas, cair dan tak sesuai dengan
kehidupan. Ayat-ayat al-Quran yang mengenai gunung-gunung serta isyarat-isyarat
tentang stabilitasnya karena akibat fenomena lipatan adalah sangat penting.[14]
Para ahli geologi modern
menggambarkan lipatan tanah yang mengambil tempat duduk di atas relief, dan
yang dimensinya berbeda-beda sampai beberapa kilometer bahkan beberapa puluh
kilometer. Daripada fenomena lipatan inilah kulit bumi dapat menjadi stabil.
Artinya: "Dan telah
Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka. " (Q.S. Al-Anbiya[21]: 31)
Ayat tersebut menerangkan
bahwa cara gunung-gunung itu diletakkan adalah sangat menjamin stabilitasnya,
dan hal ini sangat sesuai dengan penemuan-penemuan geologi.
a.
Siklus Air
Konsepsi tentang siklus air
yang jelas untuk pertama kali diutarakan oleh Bernard Palessy pada tahun 1580.
Konsepsi itu mengatakan bahwa air di bawah tanah asalnya dari infiltrasi air
hujan dalam tanah. Teori tersebut kemudian dibenarkan oleh E. Mariotte dan P.
Perrault pada abad XVII M.
Artinya: "Allah,
Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya,
tiba-tiba mereka jadi gembira." (Q.S. Ar-Ruum [30]: 48)
Rizki dalam ayat ini adalah
air yang turun dari langit, seperti yang diterangkan oleh konteks. Yang
ditekankan di sini adalah perubahan angin, yaitu yang mempengaruhi turunnya
hujan.
Artinya: "Apakah kamu
tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit maka
diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air
itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu
kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikannya hancur berderai-derai."
(Q.S. Az-Zumar [39]: 21)
Allah dapat merubah air tawar
menjadi asin adalah suatu cara untuk menunjukkan kekuasaan-Nya. Suatu cara
untuk mengingatkan akan kekuasaan Allah adalah tantangan kepada manusia untuk
menurunkan hujan dari awan, yang pertama memang betul-betul tantangan yang
mustahil diterima; tetapi yang kedua tidak lagi merupakan kemustahilan pada
zaman modern ini karena tehnik sudah memungkinkan usaha menjatuhkan hujan.[15]
Menurut hidrologi modern
siklus itu dapat diringkaskan sebagai berikut:
Sinar dan panas matahari
menyebabkan uapan lautan-lautan dan tanah-tanah yang digenangi atau tercampur
dengan air. Uap tersebut naik ke atmosfir dan membentuk awan-awan dengan cara
berpadat (kondensasi). Kemudian angin campur tangan untuk memindahkan uap-uap
itu ke jarak-jarak yang berbeda-beda. Awan-awan itu kadang-kadang hilang tanpa
menurunkan hujan, kadang-kadang berkumpul satu dengan yang lain untuk membentuk
kondensasi yang lebih besar dan kadang-kadang berpecah-pecah untuk menurunkan
hujan pada tahap tertentu daripada perkembangan awan. Jika hujan itu turun di
atas lautan (yang merupakan 70% daripada wajah bumi) siklus tersebut dengan
lekas menjadi tertutup. Tetapi jika hujan itu jatuh di atas tanah, sebagian
akan disedot oleh tumbuh-tumbuhan dan membesarkan tumbuh-tumbuhan itu.
Tumbuh-tumbuhan itu, dengan transpirasinya mengembalikan sebagian air hujan ke
atmosfir. Sebagian lain daripada air hujan meresap dalam tanah, dan dari tanah
itu sebagian menuju ke lautan dengan perantaraan saluran-saluran atau terus
masuk lebih mendalam dalam tanah untuk kembali lagi ke muka bumi melalui
sumber-sumber atau air mancur.
b.
Lautan
Sebagaimana ayat-ayat Qur-an
telah memberikan bahan perbandingan dengan ilmu pengetahuan modern mengenai
siklus air dalam alam pada umumnya, hal tersebut akan kita rasakan juga
mengenai lautan. Tak ada ayat Quran yang mengenai lautan bertentangan dengan
ilmu pengetahuan. Begitu juga perlu digarisbawahi bahwa tak ada ayat Quran yang
membicarakan tentang lautan menunjukkan hubungan dengan kepercayaan-kepercayaan
atau mitos, atau takhayul yang terdapat pada zaman la-Qur’an diwahyukan.
Artinya: "Dan suatu
tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka
dalam bahtera yang penuh muatan. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang mereka
kendarai yang seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami
tenggelamkan mereka; maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka
diselamatkan. Kecuali karena rahmat daripada Kami, dan untuk memberikan
kesenangan hidup sampai waktu tertentu." (Q.S. Yaasiin[36]: 41-44)
Ayat tersebut membicarakan
perahu yang memuat manusia di atas lautan seperti perahu yang membawa Nabi Nuh
dan penumpang-penumpang lainnya, serta membawa mereka sampai ke daratan.
Suatu fenomena yang sering
kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar
yang tawar tidak bercampur seketika. Orang mengira bahwa Quran membicarakan
sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu
membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath
al Arab. Di dalam teluk pengaruh pasang surutnya air menimbulkan suatu fenomena
yang bermanfaat yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin
irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat, kita harus ingat bahwa lautan
adalah terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air
yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau
sungai yang besar seperti Nil, Tigris dan Euphrat.[16]
Ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:
Artinya: "Dan Dialah
yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan
yang lain asin lagi pahit, Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang
menghalangi." (Q.S. Al-Furqaan[25]: 53)
Artinya: "Dan tidak
sama (antara) dua laut. Yang ini tawar segar sedap diminum, dan yang ini asin
lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang
segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya."
(Q.S.Fathir [35]: 12)
Selain menunjukkan fakta yang
pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari
air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan
dan mutiara. Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di
muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang
tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua
sungai besar itulah yang dimaksudkan. Sungai-sungai besar yang menuang ke laut
seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya
kedua macan air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.
E. Alam
Tumbuh-tumbuhan dan Binatang
Dalam
membicarakan asal mula kehidupan secara umum, al-Qur’an mengambil
sikap yang sangat ringkas dan menyebutkannya dalam ayat yang mengenai proses
pembentukan kosmos yang sudah kita sajikan dan kita jelaskan .
“Dan apakah orang-orang kafir
tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian kami
pisahkan antara keduanya, dan daripada air kami jadikan segala sesuatu yang
hidup.” {Q.S. AL-Anbiya:30}
Soal
asal kehidupan tidak menimbulkan keraguan-keraguan. Ayat tersebut dapat berarti
bahwa tiap-tiap benda hidup, diciptakan dari air sebagai bahan baku, atau
tiap-tiap benda hidup berasal dari air. Kedua arti tersebut diatas adalah
sesuai dengan sais moderen yang mengatakan bahwa kehidupan itu berasal dari
air, atau air itu adalah bahan pertama untuk membentuk sel hidup. Tanpa air tak
akan ada kehidupan. Jika seseorang berbicara tentang adanya kehidupan dalam
suatau planet, lebih dahulu ia bertanya apakah planet itu mengandung air cukup.
Hasil penyelidikkan moderen
memungkinkan kita berfikir bahwa benda-benda hidup yang paling kuno adalah
termasuk dalam alam tumbuh-tumbuhan. Telah diketemukan lumut-lumut yang berasal
dari pada tanah-tanah yang tertua yang
diketahui manusia.[17]
a)
Alam tumbuh-tumbuhan
Kita
tak dapat menyebutkan disini semua ayat-ayat al-Qur’an yang terlalu
banyak, yang menyebutkan rahmat, mulai dengan hujan yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Disini
hanya
akan disebutkan satu ayat.
Artinya
: “Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu
kami tumbuhkan dari air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai
mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rizki kepada hamba-hamba Kami. Dan Kami hidupkan dengan
air itu tanah yang mati (kering) seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (Q.S. Qaf:9-11)
Artinya
: “Maha suci tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi
dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” {Q.S.Yaasin:36}
Kita
dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia
tidak mengetahui pada zaman nabi muhammad. Hal-hal yang manusia tidak
mengetahui itu termasuk didalamnya
susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau
benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang
penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara
gamblang dan untuk mengetagui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan
sains masa ini.
b)
Alam Binatang
Dalam
al-Qur’an persoalan-persoalan yang ada hubungannya dengan alam
binatang menjadi sasaran pengkritik yang memerlukan kita terhadap dengan sains
mengenai hal-hal tertentu. Tetapi jika kita tidak menyebutkan ayat yang
menyebutkan unsur-unsur alam binatang dengan maksud supaya manusia memikirkan
nikmat besar yang diberikan alloh kepadanya maka rasanya kita memberikan gambar
yang sempurna tentang isi Qur’an.
Disamping
pemikiran pemikiran secara umum, Qur'an menyebutkan beberapa permasalahan
tentang hal-hal yang bermacam-macam:
1) Reproduksi dalam alam binatang (Q.S. An-Najm/53 : 45-46
2) Adanya masyarakat binatang
(Q.S. Al-An’am/6 : 38)
3)
Pemikiran tentang lebah,
laba-laba dan burung-burung (Q.S.
An-Nahl/16 :68-69, Al-Ankabut/29 : 41, Al-An’am/6 : 38, Al-Mulk/67 : 19)
Kesimpulan
Apa yang disampaikan oleh Dr.
Maurice Bucaille tentang keorisinilan al-Qur’an melalui penelitian dan
pengetahuannya, telah membuktikan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat fakta
terbesar akan keagungan Sang Khalik, Pencipta alam raya.
Bucaille dalam bukunya tersebut
mengkritik Alkitab atau Bible yang dianggap tidak konsisten dan penurunannya
diragukan. Sedangkan al-Qur’an terdapat banyak kecocokan dengan fakta sains.
Bahkan ia mengungkapkan keheranannya bahwa wahyu yang diturunkan 14 abad yang
lalu memuat soal-soal ilmiah yang baru diketahui manusia pada abad ke-20.
Karena itulah bukunya ini, dengan
judul asli berbahasa Perancis La Bible, le Coran et la Science (1976)
menjadi best-seller international di dunia muslim dan telah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa. Dari buku inilah beliau menjadi terkenal.
Daftar
Kepustakaan
Rosadisastra, Andi.2007. Metode
Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: AMZAH
Bucaille, Maurice.2001. Bibel,
Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14. Jakarta: PT Bulan
Bintang
Haryadi,Rohmat.2013. Jejak
Kehidupan di Planet Lain, Cet.1, Jakarta: ReneBook.
Admiranto, A. Gunawan. 2009. Menjelajahi
Tata Surya, Ed.2, Yogyakarta: KANISIUS
Bucaille, Maurice.1978. The
Bible,The Qur’an and Science, Delhi: Crescent Publishing Company.
[1] Keempat tipologi
itu ialah, 1. tipologi konflik (agama dan ilmu pengetahuan saling
bertentangan), 2. tipologi independensi (agama dan ilmu pengetahuan tidak
bertentangan), 3. tipologi dialog (membandingkan agama dan sains guna mencari
hubungan), 4. tipologi integrasi (mencari titik temu agama dan sains).
[2] sedikit
tambahan, Maurice Bucaille masuk Islam karena meneliti Mumi Fir’aun. Kemudian
hasil akhir penelitian tersebut menjelaskan bahwa ketika firaun mati tenggelam
, mayat itu cepat deselamatkan dan diawetkan, karena ada bekas garam ditubuhnya.
Namun ia amat terkejut ketika menjumpai ayat al-Qur’an yang berbicara tentang
pengawetan jasad firaun. "Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu" [QS 10:92]. Kemudian ia
amat terkejut dan berfikir, mumi itu
baru diketahui pada tahun 1898 M, sedangkan al-Qur’an sudah menjelaskannya 1400
tahun yang lalu. Tidak lama setelah itu ia masuk Islam.
[3] Andi
Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial, Jakarta: AMZAH,
2007, h.33
[4] Para pendeta pada abad
ke-6 SM menganjurkan mempraktekan istirahat pada hari Sabtu. Tiap orang Yahudi
harus istirahat pada hari Sabtu sebgaimana Tuhan setelah enam hari bekerja.
[5] Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains
Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14, Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.163
[6] Fatq (bahasa
arab) artinya memisahkan, sedangkan ratq artinya perpaduan atau persatuan
beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan yang homogen.
[7] Rohmat Haryadi,
Jejak Kehidupan di Planet Lain, Cet.1, Jakarta: ReneBook, 2013, h.261
[8] Diperkirakan
bahwa dalam galaksi kita, seperdua dari 100 miliard bintang, masing-masing
mempunyai sistem planet seperti sistem matahari.. Memang 50 miliard bintang
mempunyai rotasi (edaran) yang pelan, dan hal ini mendorong adanya dugaan bahwa
ada planet-planet yang melingkungi masing-masing sebagai satelit.
[9] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.179
[10] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.186
[11] A. Gunawan
Admiranto, Menjelajahi Tata Surya, Ed.2, Yogyakarta: KANISIUS,2009,
h.198
[12] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.200
[13] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.218
[14] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.219
[15] M.A. Facy, Insinyur umum dari Meteorologi
National menulis tentang “menurunkan hujan” dalam Encyclopedia Universalis
sebagai berikut: “Orang tidak akan dapat menjatuhkan hujan daripada awan yang
tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan hujan dari pada
awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan air
walaupun ia mengandung air”. Jadi manusia hanya mempercepat proses turunnya
hujan dengan bantuan teknik modern, sedangkan persyaratan-persyaratan alamiah
sudah terpenuhi. Kalau keadaan tidak begitu, yakni bahwa manusia dapat
menurunkan hujan, niscaya tak terdapat lagi kekeringan, tak ada lagi tanah
tandus. Kenyataannya tidak begitu. Untuk menguasai hujan dan udara yang baik
tetap menjadi impian manusia.
[16] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.216
[17] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.226
[18] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, terj. M.Rasjidi, cet.14,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 2001, h.233-239
Tidak ada komentar:
Posting Komentar